Pages

Senin, 24 April 2017

KULTUS SASTRA(WAN) SURAT KABAR

Sabtu (22/04/2017) saya seperti biasa masih terjaga. Dan seperti biasa saya melihat tulisan-tulisan yang terbit di beberapa media, termasuk Kompas. Nah, ada tulisan yang dengan judul “SASTRA(WAN) GENERASI FACEBOOK” yang ditulis OLEH MAMAN S MAHAYANA. Nama akrab di kancah dunia sastra Indonesia. Labelnya, Kritikus dan Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Bukan main-main tentunya. Saya pernah baca bukunya seperti “Jalan Puisi: Dari Nusantara Ke Negeri Poci.” Isinya panjang lebar tentang puisi dari zaman baholak hingga zaman sekarang.

Namun membaca tulisan itu kaget dan aneh. Sama sekali dan jauh dari teori apresiasi sastra misalnya. Dan memang benar adanya. Jadi ini kemampuan sebenarnya analisis kritikus sastra Indonesia yang juga dosen Fakultas Ilmu Budaya itu. Buku-bukunya tebal teori hingga pemaparan analisis dunia sastra tetapi ternyata tumpul analisis perkembangan teknologi. Saya yakin kurang membaca platform online juga media sosial.

Dalam buku yang dituliskan Rene Wellek dan Austin Warren misalnya, kita tidak temukan ada teori analisis karya sastra seperti yang diutarakan tulisan itu. Atau ini gaya-gaya generasi tua yang tak mau belajar atau mengikuti perkembangan zaman. Atau semakin mengukuhkan nama-nama yang memang teman-temannya dalam "tokoh sastra" Indonesia. Sastra(wan) surat kabar tidak mau hegemoninya tergusur. Termasuk nama-nama yang “tersohor” yang disebutkan satu per satu dalam tulisan itu.

Redaktur dianggap sebagai Tuhan. Tulisan yang dimuat di surat kabar adalah tulisan yang paling nomor wahid dan layak dibaca. Redaktur surat kabar mahakuasa meloloskan tulisan dimuat di surat kabar. Lalu ia menyerahkan semuanya kepada redaktur, mengapa tulisannya diloloskan dan dimuat di surat kabar? Bukankah standar pertemanan atau persekongkolan yang lebih menjadi acuan? Bukan soal kualitas?

Analisis yang dengan menggebu-gebu di awal , namun di akhir tidak nyambung ditutup dengan fatwa. “Facebook-an itu haram” bagi sastra(wan). Bagaimana menjawab "Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara?" Kalau analisis media sosial tidak tepat. Jadi tidak perlu risau, khawatir, atau tidak menulis lagi di facebook. Biarkan tulisan dan kultus sastra(wan) surat kabar akan terkubur sendiri. Nah!

Denpasar, 23 April 2017
#KULTUSSASTRA(WAN)SURATKABAR
 #KULTUSSASTRA(WAN)
#SURATKABAR
#SASTRAFACEBOOK


Tidak ada komentar:

Posting Komentar