Jumat, 28 April 2017

Hari Puisi Daerah

Hari ini disebut sebagai Hari Puisi Nasional. Penggunaan kata "Nasional" ini tentunya intimidasi terhadap puisi lokal dan daerah. Ada tingkatan strata keangkuhan. Padahal puisi daerah banyak yang lebih baik dibandingkan Puisi Nasional yang didominasi golongan tertentu. Akibat persengkongkolan pertemanan. Kenapa tidak menggunakan Indonesia?
Menyebut puisi nasional seolah jauh meninggalkan puisi daerah. Bukankah puisi Indonesia secara historis terbentuk dari puisi daerah. Bagaimana juga Mohammad Yamin mengubah puisi daerahnya menjadi puisi Indonesia bahkan dijadikan dan diabadikan sebagai bait-bait Sumpah Pemuda.
Mirip dalam kekejaman dan keangkupan para pemakai dasi. Para petinggi dan penguasa Romawi mengintimidasi pekerja dengan baju dilengkapi dasi.
Dan Brown dalam bukunya The Lost Symbol menuliskan dasi merupakan tali gantungan mungil, cravat (dasi) berasal dari syal pengikat leher yang berbahan sutra. Dulu dasi dikenakan para orator Romawi dengan tujuan menghangatkan pita suara.
Maka Puisi Nasional masih mempertanyakan puisi daerah, lokal yang jauh lebih bernilai dari pada sekadar pergumulan puisi nasional yang dipolitisi. "Apa kabar Puisi Esai?" nah!
(*)


Denpasar, 28 April 2017

0 komentar:

Posting Komentar