Jumat, 26 Februari 2016

Katalog Idris

ilustrasi/net

1#
Sepi terbungkus kesederhanaan
Tenunan rapi, jiwa suci
Tak pernah mengeluh atau sekadar mengaduh
Begitu nyata
Selalu tersenyum
Kelembutan dan ketulusan jiwa

2#
Rasa iba tak terasa berganti bahagia
Bisikan kalbu insan dzikir dan qonaah
Hilang lepas perasaan iri dan dengki
Buku dan kitab suci masuk di hati

3#
Datang sosok berjubah
“Permisi. Assalamu’alaikum.”
“Silakan.” Kata halus dan tulus.
“Tuan dari mana dan mau kemana?”
“Kami dari sana mau ke sana. Izinkan kami ingin menginap.”
“Oh, dengan senang hati.”

4#
Kehidupan aneh dua manusia berbeda.
Jamuan tamu seterang lampu kecil
“Tuan, makanlah. Ini makanan manusia biasa. Tiga hari Tuan tak makan.”

5#
Sulit menerka tamu apalagi saat dijamu
Terlihat biasa dan wajar
Terungkap tragedi mengungkap misteri mereka
“Kami malaikat. Malaikat pencabut nyawa dan penjaga surga.”
“Tuan! Apakah saatnya aku meninggalkan tenun-tenun ini? Kain dan rumah serta segala yang ada?”
“Tidak. Kami hanya ingin bertemu Tuan.”
“Oh begitu. Tadi Tuan bilang, Tuan malaikat pencabut nyawa dan malaikat penjaga surga? Tuan aku ingin mati saja.”
“Ah! Mati itu sakit. Apalagi saat pencabutan nyawa. Perih, pedih. Tak banyak manusia mau. Apalagi meminta.”
“Tetapi Tuan. Saya ingin sekali merasakan itu.”
“Baiklah!”

6#
Mereka mengabulkan
Rontok  roh jiwa suci 
Jasad bergelimpang tiada guna
Bersimpuh di tanah 
Lantas ruh terbang 
Dijemput sosok berambut dan berjubah
“Namamu siapa?”
“Saya pernah kenal dengan Tuan ketika tinggal di sana.”
“?!”
“Tuan adalah penjaga surga. Taman yang sejuk. Gemercik air bening. Sungai tak pernah kering. Tempat buah-buahan nan nyaman. Lautan susu. Bidadari-bidadari cantik yang pernah diceritakan. Tak pernah jemu dan layu melayani tamu.”
Aroma surgawi sudah tercium begitu terasa.
“Aku ingin mencicipi, menikmati, meski sendiri.”
“Atas izin Tuhan, kuperkenankan kau masuk.”

7#
Menikmati kenikmatan begitu nikmat.
Waktu seolah begitu cepat.
Dan pasti, ini sudah takdir mereka mengusir
“Tunggu Tuan! Satu alas sandal tertinggal di kamar.”
“Cepat ambil! Lalu kembali ke dunia. Waktu mati belum tiba.”
Menikmati kenikmatan begitu nikmat lagi.
Tak ingin meninggalkan begitu saja.
“Tuhan, dimana janjiMu?”
“Aku menuntut  jika sudah di sini maka tetap di sini.”
 “Ini bukan keadilan dunia.”
“Ini bukan perjanjian dunia.”
“Ini bukan rahasia dan kebohongan belaka.”
“Ingat perjanjian lama.”

8#
Perdebatan berujung pengasingan tak bernama
Tanpa akhir hingga waktu tiba

Denpasar, 2015


Read More

Kamis, 25 Februari 2016

Muhasabah Keheningan

ilustrasi/net

Sepekan terakhirnya perjalanan penuh cerita. Ku kabarkan tentang arti hidup dan mati. Atau buah keseharian yang tak pernah layu meski diguyur babak-babak baru. “Entahlah.” Kata kawan pada suatu hari ini. Tepat di senja menjelang malam merajut mimpi-mimpi kecil. Kubujurkan kaku keinginan yang terhempas pada ujung asa yang ternyata tak nyata. Ku urungkan mata melihat meski hanya kerdipan. 

“Tetapi mereka tersiksa.” Bisikan kawan yang lain. Tepat di ujung daun telinga yang masih mengangga. Aku masih dungu dengan apa yang mereka katakan. Aku sama sekali tak pernah memperhatikan. Aku biarkan begitu saja. Berlalu. Maaf aku masih asyik membaca ayat-ayat suci. Lalu menerjemahkan berdasarkan pengetahuan dan kepintaranku sendiri. “Mereka telah mati semua.” Teriak kawan di tengah padang lapang penuh dengan darah yang masih segar. Mengucur dari tubuh-tubuh mereka. Ku pikir ini hanya sandiwara. Kehidupan penuh drama. “Ini adalah nyata.” "Setiap penglihatan tentang keindahan akan lenyap. Setiap perkataan yang manis akan memudar. Namun, janganlah kau berputus asa, karena mereka semua datang dari sumber yang sama, dari Keabadian. Masukilah Keabadian itu, maka kau akan melihat segala sesuatu tumbuh dan berkembang, memberi hidup baru dan kegembiraan baru bagimu." Aku terperanjak. Kata-kata Rumi jatuh di tangan kesedihan. Kesunyiaan menemukan jalan keabadian menuju Tuhan. Ku luruskan tangan di ujung jari-jari tak berbudi. Melambaikan jauh ke dalam lautan penuh keniscayaan. Melangkah meski menabrak tembok kokok di depan jidat tak bertaubat. Kukucurkan keringat di siang menyengat. “Sabar.”
Read More

Kamis, 18 Februari 2016

Multimedia dan Jurnalistik

Kamis, 18 Februari 2016 10:09
Mila Tambah Wawasan di Seminar Multimedia Jurnalistik Bersama Tribun Bali
Tribun Bali/Luh De Dwi Jayanthi
Seminar Multimedia Jurnalistik di SMK Saraswati 2 Denpasar, Kamis (18/2/2016). 
Mila Tambah Wawasan di Seminar Multimedia Jurnalistik Bersama Tribun Bali
Laporan Wartawan, Tribun Bali, Luh De Dwi Jayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR-Agung Widia Mila Febrianti (16) mengaku baru mengerti tentang desain grafis dan grafik dalam media saat mengikuti Seminar Multimedia Jurnalistik di Ruang Rapat SMK 2 Saraswati Denpasar, Bali, Kamis (18/2/2016).
Mila, kelas X Teknologi Informasi ini tertarik pada multimedia sejak SMP dan hobi membuat animasi.
Mengenai hobi Mila terkait multimedia itu, ia merasa wawasannya bertambah ketika mengikuti Seminar Multimedia Jurnalistik ini.
Kambali, Redaktur Tribun Bali, mengisi Seminar Multimedia ini dengan topik penggunaan media yang memiliki fungsi mempublikasikan informasi.
"Melalui multimedia content production dengan penggunaan beberapa media yang berbeda dan dipadukan banyak grafik dan grafis yang bisa dipelajari dari sana," jelasnya.
Dengan multimedia, dapat mempermudah pengguna menyampaikan dan mendapatkan informasi.
Ada beberapa jenis multimedia seperti seperti TV, Radio, Film, Game, Musik, Entertainment, Tutorial, Internet, Media Cetak.
"Jadi prosesnya merupakan jurnalistik dan multimedia sebagai produknya," ungkapnya. (*) http://bali.tribunnews.com/2016/02/18/mila-tambah-wawasan-di-seminar-multimedia-jurnalistik-bersama-tribun-bali
Read More

Selasa, 16 Februari 2016

Kursi Empuk Para Bupati PDIP

Ilustrasi PDIP -- Antara/Dhedez Anggara
Pemenang Pilkada serentak 9 Desember 2015 lalu kini tinggal menunggu hitungan jam untuk dilantik. Rabu (17/02/2016) menjadi hari bersejarah, para bupati/walikota hasil Pilkada serentak dilantik di kantor gubernur Bali. Adalah Wali Kota Denpasar, Bupati Kabupaten Badung, Tabanan, Jembrana, Bangli, dan Karangasem.

Tentu bisa bisa ditebak di Bali tak lazim kalau PDI Perjuangan (PDIP) tak menempatkan para calonnya menjadi kampiun pada pertarungan gong demokrasi ini. Seperti prediksi awal, para calon yang menaiki kendaraan PDIP menang dengan mudah. Apalagi bagi para petahana yang sudah memiliki kendaraan PDIP.

Dari enam gelaran di kabupaten/kota di Bali, nyaris semuanya milik para calon dari Partai besutan Megawati. Diawali dari Kota Denpasar I pasangan IB Rai Dharmawijaya Mantra-IGN Jaya Negara atau Dharma-Jaya (petahana), Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti dan I Gede Komang Sanjaya atau Eka-Jaya (petahana), Bangli pasangan Made Gianyar dan SN Sedana Arta (petahana), dan Jembrana Putu Artha-Kembang atau Abang (petahana). Bahkan Kabupaten Badung yg dalam satu dekade atau dua kali even pilkada milik Partai Golkar kini jatuh dipelukan pasangan Giri Prasta-I Ketut Suiasa meski pasangan ini bisa dikatakan campuran PDIP-Golkar.

Nah, khusus di Kabupaten Karangasem PDIP bisa saja mengambil hati pasangan Masdipa (IGA Mas Sumatri dan Wayan Artha Dipa) yang mampu menjungkalkan pasangan Partai Golkar I Made Sukerana dan Komang Kisid (SUKSES)  dan paket asli usungan PDIP Wayan Sudirta-Ni Made Sumiati. Apalagi status Masdipa 'free transfer'. Dia memang didukung Partai NasDem, Hanura, dan Partai Demokrat yang mengalihkan dukungan di-last minute, namun bisa saja PDIP mengambil Masdipa.

Kemenangan ini tentu menjadikan kursi empuk bagi para bupati/walikota. Para bupati/walikota tentu akan mudah membuat kebijakan baik itu kebijakan anggaran maupun kebijakan yang lain. Maklum separo lebih kursi DPRD kabupaten/kota juga ditempati para anggota fraksi PDIP. Tinggal duduk manis, APBD disetujui.

Para bupati/walikota juga tidak akan kesulitan mencari gelontoran dana dari pusat dan kebijakan-kebijakan pusat untuk pembangunan Bali. Para pemimpin daerah ini tidak perlu lagi merengek meminta jatah proyek dan mengajukan program pembangunan yang bertele-tele di pusat. Jalur by pass telah tersedia. Kedekatan secara politik lebih manjur. Presiden Jokowi tinggal kerdipkan mata setelah dilirik Ibu Megawati. “Apa sih yang nggak buat PDIP Bali.”

Contoh paling terbaru, presiden RI ke-5 Megawati datang meresmikan Waduk Titab di Kabupaten Buleleng, Bali. Belum lagi, ketika Megawati 'memerintahkan' menteri agar membangun shortcut Denpasar-Buleleng. Seperti inilah kedekatan bupati/kota dengan pemangku pusat. Tentu ini cukup manis bagi masing-masing bupati/kota menempuh jalur by pass kedekatan politik daerah dengan pusat.

Keberhasilan PDIP memenangi pilkada serentak ini tentu membuat tidak enak gubernur. Apalagi hubungan gubernur dan bupati/walikota selama ini memang masih terjalin. Namun, tidak 'baik-baik' amat lho. Bahkan sempat terjadi perang dingin kebijakan.

Perlu di tengok ke belakang soal hubungan ini antara Gubernur Mangku Pastika dengan para bupati/walikota di Bali. Tentu ingat betul bagaimana bupati/walikota mangkir saat diundang gubernur untuk membahas rancangan Perda RTRW Bali. Bupati/walikota memilih mengadakan pertemuan sendiri di Tabanan. Tentu menarik diikuti perkembangan bagaimana hubungan selanjutnya antara Gubernur Bali dengan bupati/walikota PDIP ini.

Dari enam kabupaten/kota ini maka Bali sudah mutlak di genggaman PDIP. Tinggal mempertahankan pasangan Putu Agus Suradnyana dan I Nyoman Sutjidra (PAS-Sutjidra) di Kabupaten Buleleng pada Pilkada tahun depan. Juga mengembalikan tradisi kursi di Klungkung yang kini lepas ke tangan Gerindra. Jika berhasil maka Bali benar-benar menjadi kandang banteng PDIP. Praktis tinggal memenangkan kursi gubernur, maka Bali akan disebut Gubernur dan Bupati/Walikota PDIP.

Bak gayung bersambut, setelah menempatkan para calon ke kursi empuk bupati/walikota tentu PDIP akan mengincar dan mengambilalih kursi Bali I pada Pilkada 2018 nanti. Kekuatan PDIP benar-benar di atas angin dengan dukungan para bupati/walikota ini. Dan tidak bisa dibayangkan lagi bagaimana kekuatan dan perolehan suara PDIP pada Pilkada Bali nanti, jika bupati/walikota se-Bali kompak menolak Reklamasi Teluk Benoa. Mungkinkah? (*)
Read More

Senin, 15 Februari 2016

pemeo cinta

Pantai Kuta, Bali.langgar/ali
aku tak sadar ketika kau bawa di ujung tepi. selepas malam penuh anggur menuntunku. kehangatanmu mengantarku. kecupanmu meluluh-lantahkan hatiku. apakah hati dan nurani telah dimabuk asmara? apakah jiwa dan ragaku telah dirasuki cinta?

tetapi itulah yang kurasakan waktu itu. masa ketika aku begitu terharu kepadamu. hati kecil lantas bertanya. kehangatan macam apa yang kau selimutkan padaku? kecupan apa yang kau berikan hingga aku tak sanggup melepaskan bibir indahmu?

kebahagiaan tak hingga itu lantas lepas mengurai dari sendi-sendi tubuh ini. mengalir bagaikan embun yang terhempas di pagi hari. tak peduli darah berhenti di ujung jari. detak denyut nadi seakan berlari. napas seolah tak lagi berhembus.

panca indera telah mati sebelum engkau mengingatkanku. tepat pagi selepas kita bercumbu. mengalunkan lagu nan syahdu. mengenang berbait-bait masa lalu.


Denpasar, 2015
Read More