ilustrasi/net |
Shezan,
Setengah perjalanan kita belum berakhir. Kita merasa
sepertinya tak pernah berlalu begitu saja. Semuanya telah terlewati bersama. Badai,
gelombang pasang, panas terik matahari hingga bulan tersenyum. Tak harus
menunggu hingga akhir usia. Biarkan pandangan mata menjadi buah realita yang
tak sulit diterka.
Musim terus berganti dari tahun ke tahun. Mengerti dari
hari ke hari. Sepertinya tak mudah disambung lagi. Tanpa sebab yang jelas.
Membuai membisu hingga terlena tanpa makna. Kita seperti masih terbalut dalam
mimpi. Tak pernah ada dalam bentuk apapun. Salahsatu bukti sebuah kejadian menyebut
kenangan. Dua hari atau empat hari tak mampu mendulang sebuah kata-kata.
Shezan,
Aku pikir hari ini adalah waktu yang tepat. Aku akan
katakan kepadamu tentang segalanya. Meski aku bukan Kahlil Gibran. Atau seorang William
Shakespeare yang mampu berkisah penuh drama tentang Romeo dan Juliet. Aku berharap jangan sampai cerita dan cinta kita
tenggelam bak Kapal Van Der Wijck.
Dalam benah kita ada cinta yang tak pernah terungkap.
Merajut tanpa batas bertepian. Selanjutnya menolehkan kepala tanpa sedikitpun
mencuatkan rasa. Setelah dari semula yang ada. Bertolak dari semua yang
terjadi. Menghilang tanpa jejak. Bersenda gurau jenaka tanpa angka. Kemelut
tanpa bayangan semu.
Kita tak harus meluapkan rasa. Menimbulkan rasa curiga
tanpa makna. Sepertinya menepi sembari menembuskan apa yang sudah terjadi. Meski
di ranah yang tak pernah nyata. Sembari menerbitkan apa yang sudah terjadi.
Dalam angan tak harus menanti keputusan. Menerima apa yang terjadi. Sendiri
tanpa rasa. Membuat apa yang sudah terjadi mengubah hidup menerima apa adanya.
Merasa seperti yang sudah menjadi bagian dari seluruh yang ada.
Shezan,
Marilah kita arungi cinta dan cita ini dengan tanpa penuh
canda dan tawa. Sepertinya sudah berlangsung hingga mengetengahkan episode.
Sanggup mengulang-ulang. Sepi biarlah berlalu berganti senyum gembira.
Shezan,
Mari kita luruskan. Melukiskan sepanjang umur ini.
Mencoba menggali apa yang sudah terkubur dalam sebuah kenangan. Tak patut
diungkap, tetapi biarlah menjadi sebuah catatan perjalanan. Bermimpi penuh angan
dan tawa. Bersedih meretas cinta dan cita. Dulu hingga sekarang. Rangkaian
cerita membujuk kita. Jangan ulangi kegembiraan ini berubah seketika menjadi
tangisan kepedihan. Tetapi tangisan biarkan seketika hilang. Malam telah larut
mulai merajut. Mimpi nyata tak pernah terbayangkan. Biarkan semuanya terkubur bersama
keheningan malam itu. Kita bisa berpijak pada waktu yang sangat hampa
sekalipun. Mengerti sebuah percakapan malam itu. Perpindahan tak pernah
terlupakan. Menjalin cerita baru, meski dalam suasana yang berbeda. Sederhana.
Shezan,
Purnama. Begitu tampak terang benderang. Angin malam. Sembari
menepi di jalan penuh dengan lintasan panjang. Berikut kita bangun sayap-sayap malam.
Kemudian mengucur air dingin di buaian. Tak sampai mengerdipkan mata berganti
menjadi embun. Hati dan cemburu menjadi satu. Ia adalah hiasan belaka. Kabar
gembira datang dan pergi. Begitu kepedihan tak begitu mudah terlewati.
Peredaran waktu menghilang. Sama seperti yang sudah atau sedang.
Shezan,
Malam telah larut. Mari kita sambut dan perhatikan
titik-titik hari kemarin atau lusa. Menafsirkan keberadaan hari ini. Aku masih
berharap esok tak seperti kemarin. Sampai pada waktu yang tak pernah terduga.
Tak pernah mengerti apa yang terjadi. Itu hanya kabar burung. Alangkah bahagianya
menjadi bagian yang tak pernah terlupakan.
Mencari kehidupan tidak ada untung atau rugi. Tanpa paham
dan pengertian. Mencari masalah paling dasar. Kita bungkus dalam alunan
sanubari, lalu kubur bersama-sama. Kalau saja tanpa seberkas cahaya. Menolak
tanpa batas. Sendiri berjibaku dalam suasana yang tak kunjung padam. Sesekali
akan terbawa dalam sebuah ilusi. Bahagia, duka, dan gembira bergerak mencari
bukti tanpa kata. Berbahagialah meski hanya sebatas kata. Nikmatilah meski
hanya sekejap mata. Kedukaan akan tergerus batas waktu dan usia. (*)
Denpasar, 2016