Selasa, 15 Maret 2016

Negeri Usap Asap

antara/net

Negeri usap asap. Sudah biasa kami bercanda asap. Sudah biasa pula kami hirup. Toh kami sudah biasa hidup. Jangan heran, karena kami di negeri asap.

Negeri usap asap. Sudah biasa kabut asap jadi selimut sekujur tubuh. Terbang ke mana-mana. Merambah pelosok desa, kota, lalu negara tetangga. Hantu ISPA? Kami coba tenang, karena kami sadar berada negeri asap.

Negeri usap asap. Secangkir air mengobati rasa kekecewaan tiada akhir. Secarik kertas mengatakan akan tuntas. Bala bantuan dikerahkan. Tetapi tenang, karena kami berada di negeri asap.

Negeri usap asap. Mengabarkan tentang mereka. Janji menghembuskan petuah Menggambarkan pesan tanpa tangan. Kepada kami yang telah dirundung derita. Duka penuh cerita. Tentang yang tak pernah bersambung apapun. Tentang mimpi kami. Tidur dipangku dan dininabobokkan ibu. Tak terbangun dari petang hingga malam hari. Berikut dini hari tiba. Bahkan pagi menyapa. Tidur di dataran negeri asap.

Negeri usap asap. Membedah belum sampai pada titik terdalam. Lalu menguncang-guncang tak sampai terdiam. Tak kunjung padam. Mereka tak pernah mengerti. Bahkan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka bak menuruti petunjuk orang buta. Mendengarkan cerita dari seorang tak pernah menyapa. Mereka baca dari catatan kecil di atas kertas. Tapi tenang, ini biasa terjadi, karena kami hidup di negeri asap.

Negeri usap asap. Semuanya musnah terbakar bersama tulisan pagi hari tadi. Kami benar-benar tak bisa mendekati masa indah dan bersemi. Mereka sekonyong-konyong menepuk dada lantas bersiul. Berparas tanpa pernah menepati. Mengumpulkan catatan bekas. Juga berkas lantas pergi. Tapi tenang ini sudah lazim, karena kami hidup di belantara negeri asap.

Negeri usap asap. Kami menanti gelapnya tengah malam. Menunggu diselimuti dinginnya dini hari. Menjemput sorot silau pagi hari. Menunggu bayangan sejajar di tengah terik matahari. Dan seperti biasa tak ada apa-apa. Maklum kami hidup di negeri dongeng asap.


denpasar, 2016

0 komentar:

Posting Komentar