Selasa, 01 Maret 2016

“Pak Ayu” Menuju Matahari

almarhum Pak Ayu/antara foto

Dua hati telah berpateri. Dua hati telah saling berjanji untuk berpisah lagi. Gunung Mahameru menjadi wali kami. Ranu Kumbala dan kabut tebal menjadi saksi bisu yang abadi. Aku dan Mega terus berlari.
Kami terus berlari, menyusuri lereng gunung yang hijau dan sepi. Menuju hari depan. Menuju matahari.

Berita duka. Kabar dari kawan melalui facebook, WhatApps, dan Blackberry Messenger. Prof Dr Haji Sutarto MA atau akrap disapa Pak Ayu meninggal dunia pada Selasa, 01 Maret 2016 pukul 07.30 WIB. Sastrawan, budayawan, dan Guru Besar di Fakultas Sastra Universitas Jember.

Dosen produktif. Dosen sastra yang melahirkan karya sastra. Dua Hati Menuju Matahari satu di antaranya. Ku ingat, karya ini diterbitkan Kompyawisda Jember 2004 silam. Begitu dalam fenomena dari realita pragmatik pada tokoh-tokohnya hingga aku teriang-iang. Ungkapan nilai-nilai kehidupan terutama interaksi sosial. Penambah ilmu dan wawasan. Unsur instrinsik saling terkait membangun keutuhan dan otonom.  

Beliau dengan cerdik mengidentifikasikan kejadian dan suasana cerita begitu detail. Perjalanan hidup dua orang yang berakhir dengan bahagia dengan mendapatkan apa diinginkan. Memberikan pelajaran tentang kegigihan mencapai cita-cita meski menjalani dengan penuh kesedihan.

Pada awalnya ia adalah isteri yang baik, sabar, dan mau mengerti kemiskinanku. Tetapi kemudian ternyata ia tak tahan hidup sederhana bersamaku. Ia merasa tak memperoleh lelaki yang ia impikan: cerdas, terkenal, dan banyak duit. Setelah lima tahun mengayuh bahtera rumah tangga dan memberi satu buah hati yang mungil, ia menuntut cerai.  

Isteri pertama berkhianat, selingkuh dengan mantan pacarnya. Isteri kedua mati karena sakit. Beliau juga memberikan teladan kepada istri agar tetap bersabar dalam keadaan yang sederhana. Memberi pesan bahwa selingkuh pasti ada balasan setimpal baik di dunia maupun di akherat.

Kemudian memberikan pesan kepada mahasiswa harus mencari berusaha dan bekerja keras jika ingin memperoleh gelar. Dari Senin sampai Jumat aku sibuk di Perpustakaan KITLV atau di perpustakaan Lieden (Universiteit Bibliotheek) di Nieuwstraat untuk mencari dan membaca buku-buku, majalah, koran dan jurnal  yang ada kaitannya dengan disertasi doktorku.  

Juga mengajarkan bagaimana merasakan simpati dengan gadis yang selanjutnya menjadi kekasih.  
Asyik juga ngomong dengan dia. Pengetahuannya mengenai gerakan perempuan dan feminisme cukup luas. Gaya bahasa bicaranya sangat menarik dan sedikit seksi. Menurutku, ia akan jadi teman ngomong dan sekaligus teman berjalan yang baik.  

Anne memang hebat. Komentar-komentarnya selalu menggoda untuk direnungkan. Pemahamannya tentang hidup dan kehidupan adalah pemahaman yang total, tidak setengah-setengah. Tiba-tiba hati kecilku berontak ingin memberi sesuatu yang mungkin ia butuhkan. Kehangatan. Aku ingin memberikan dia matahari untuk menerangi hidupnya, untuk menghangatkan tubuhnya.  

Hingga pada akhirnya: Pada suatu hari, ketika matahari bersinar terang, aku sedang membantu Pak Dukun memanen kentangnya di ladang. Senang sekali berada di tengah ladang bersama orang-orang yang berhati tulus. Aku membantu mencabut dan mengumpulkan umbi-umbian yang bulat dan segar itu. Pak Dukun dan isterinya berkali-kali mengingatkan agar aku beristirahat dan menikmati nasi jagung khas Tengger yang disebut aron dan ikan asin sebagai lauknya.

(Selamat Jalan Pak Ayu. Semoga diberitakan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT dan diampuni segala dosanya, serta semoga keluarganya yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Amien)


Denpasar, 02 Maret 2016

0 komentar:

Posting Komentar