Senin, 09 Januari 2017

serban sang ababil

sekonyong-konyong abrahah dan bala tentaranya menghardik, di atas punggung gajah nan gagah, di pelataran tanah sejarah, menginjak-injak dan bersiul sinis tanpa jeda, memancing penghadang, bagi yang terjungkal dan mengiba menjadi tawanan, sorot mata melotot dan berteriak, “engkau para penentang, penista pandai bersilat lidah.”

berikrar dengan kelakar, di padang pandang, di pelataran lapang pengampunan, kaki-kaki bergetar, pedang terhulus runcing dan mengkilat,

tiba-tiba pasukan gajah gelisah, bibir tak bergumam, luapan amarah sekejap terperangah, kaki terpaku tak lagi melangkah, tepat dikala terompet sangkakala berkumandang, gajah kocar-kacir lari berputar-putar bak kincir air, dan abrahah tertatih,

tanda telah datang, gajah berkumpul, berbincang-bincang kedahsyatan batu yang dilepaskan dari kaki-kaki dan paruh,

tanda telah terpancar, alam hening mendengar kabar, kedamaian akan datang, tak ada kerikil tajam dan panas,

“ababil terbang melayang-layang di atas tubuh kami, panas matahari tak terasa lagi, ababil tak lagi membawa kerikil panas dari neraka," kami pun bertanya "kenapa ababil jadi pemaaf? membentangkan serban-serban kedamaian bagi kami dan mengabarkan kelahiran yang meluluhkan hati kami.”
(*)
denpasar, 7 januari 2017
ilustrasi-burung-net


0 komentar:

Posting Komentar