Jumat, 03 Juli 2015

opera tiang pancang










ilustrasi/net


jam dinding di lorong itu menunjukkan pukul 23.00. serasa dekat tubuhku dengan bumi. aku berusaha meluruskan kaki. ku tarik selimut kusut. lalu ku peluk erat. malam itu semakin dini. perasaanku semakin menjadi-jadi.

semilir angin malam terasa dari celah-celah yang tak pernah ku tahu. menembus batas tubuh dan merasuk ke tulang-tulang. aku semakin menggigil. panas dingin bercampur pikiran tak karuan.

ah ini adalah takdir. di mana aku mati hari ini dan di sini. lagi-lagi suara-suara menusuk telinga. keheningan malam itu berubah keangkeran luar biasa. aku berada di mana bahkan tak terasa.

suara membuatku semakin merinding. desing peluru sepertinya. sudahlah ini takdirmu

bayangan tubuh berbaju lengkap menjemputku. memberiku jubah hitam tanpa pernah terpejam. berjalan hingga melintas batas. menuju tanah lapang penuh dengan darah. membawaku keheningan di ujung kematian. jauh tanpa pernah aku ceritakan. mata tertutup dan kaki dan tangan tetap diborgol.

cerita itu memberi isyarat. berdiri tegak menempel di tiang pancang. target di bagian dada kiriku dipasang. tujuh penembak jitu beregu di depanku. mengangkat AK-47 dan senapan serbu. tujuh atau delapan menit mengerang. dan menutup mataku.

tiba-tiba air mataku menetes. saat peluru itu meluncur menuju jidatku

sayang tunggulah aku di alam berbeda. sayang cintaku tak kan pernah berhenti di sini. sayang bawalah cintaku hingga aku mengenang. sayang cumbuilah aku sebelum jauh menunggu. sayang rawatlah anak kita.
tak usah kau ceritakan tentang perjalanan hidupku. tetapi didik dia agar tak sampai sepertiku

lamunan dan nostalgia tunggal menghilang begitu saja. suara bising kembali mengagetkan. aku semakin bercengkarama dalam ketakutan. semakin membayangkan semakin tak tahan.

ini takdir atau bukan? suatu hari ketika seorang rohaniawan menghampiriku. takdir ketetapan Tuhan atau tangan manusia? pertanyaan berulang. seperti menggigau atau sekadar bicara. tegar dan yakin iman akan menguatkanmu. harapan mujizat itu.

di luar sana foto terpajang di mana-mana. tersebar di seluruh penjuru. atau selfie mejeng denganku. gerakan mendukungku dan menolakku. bukan hanya dari saudara. dari mana saja penuh arti. mirip artis dan politisi.
selebihnya tak pernah ku tahu. apa yang mereka lakukan.

aku pun berujar dalam hati. sudah tutup mata. tak lama ku kira. harum semerbak. membawa kabar itu. apakah aku masih di dunia?

denpasar, 9 Maret 2015

0 komentar:

Posting Komentar